Siap Pasarkan Produk Inventor UNAND, DKSHR UNAND Undang Penasihat Martha Tilaar Grup dalam Kegiatan Inovator Camp

Padang, 21 May 2024

Padang (UNAND) – Direktorat Kerja Sama dan Hilirisasi Riset (DKSHR) Sub. Direktorat Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Riset Universitas Andalas mengadakan kegiatan Inovator Camp pada Selasa (21/5) di Ruang Rapat Senat, Lantai IV Rektorat UNAND. Narasumber yang dihadirkan adalah Nuning S. Barwa (Advisor for Sustainability, Creativity, and Innovation of Marta Tilaar Group). Topik yang dipaparkan adalah mengenai “Peluang Hilirisasi dan Komersialisasi Hasil Riset UNAND di Bidang Farmasi dan Kosmetik”. Kegiatan ini diikuti oleh para inventor UNAND.

Dr. Eng. Muhammad Makky, Direktur Kerja Sama dan Hilirisasi Riset UNAND menjelaskan, hasil riset dosen UNAND tahun ini turut berkontribusi dalam perhelatan demokrasi Indonesia yakni, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurutnya, ada 35 provinsi di Indonesia dan juga masyarakat Indonesia di luar negeri yang menggunakan tinta Pemilu gambir UNAND setelah memberikan hak pilihnya. Menurutnya, ini adalah bentuk konsistensi UNAND untuk kejayaan bangsa.

 “Kami berharap, setelah kegiatan ini Unand dapat menjalin kerja sama dengan Martha Tilaar Group. Kami yakin, banyak hal yang bisa dikolaborasikan kedua belah pihak. Kami juga percaya, kolaborasi ini akan semakin membuka peluang bagi para inventor UNAND untuk mengembangkan produk-produknya. Selamat mengikuti kegiatan. Semoga banyak hal baik yang bisa kita ambil dari pertemuan hari ini,” ujarnya.

Nuning S. Barwa menyatakan penggunaan bahan alam untuk kosmetik dan obat tradisional di Indonesia sudah dilakukan sejak lama. Menurutnya, hal ini bisa dilihat dari pengelolaan jamu yang dipopolerkan di keraton untuk perawatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya prasasti daun lontar dan relief candi akibat pengaruh agama Budha dan Hindu.

Dikatakan Nuning S. Barwa, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan pada saat akan memasarkan produk yakni, sebelum produk di edarkan, harus dilakukan notifikasi (kosmetika) atau registrasi (obat tradisional) ke Badan POM; produk diproduksi dengan panduan cara produksi yang baik (CPKB dan CPOTB); setiap produk kosmetik harus mempunyai dokumen informasi produk; pada label harus mencantumkan tanggal kadaluarsa dan no. batch pada labelnya; dan memperhatikan pemilihan bahan baku.

“Dalam pemilihan bahan baku, gunakan bahan baku yang diperbolehkan. Perlu juga diingat bahwa, ada bahan baku yang dibatasi pemakaiannya. Kemudian, ada beberapa bahan baku yang harus menggunakan positive list seperti, bahan pengawet, bahan pewarna, dan bahan tabir surya. Bila ada penggunaan pewangi, maka diperlukan sertifikat IFRA,” jelasnya.

Nuning S. Barwa mengungkapkan, perlu ada beberapa target atau sasaran dari inventor dalam pengembangan produk baru misalnya seperti, memenuhi keinginan dari konsumen, meningkatkan omset penjualan, memaksimalkan sumber produksi, persaingan ketat dengan produk serupa, meningkatkan keuntungan penjualan, memanfaatkan sisa-sisa bahan produksi, dan mencegah rasa bosan yang dialami oleh konsumen.

“Dalam mengembangkan produk-produk baru, perlu diperhatikan konsep dari produk yang kita buat. Kita juga perlu melakukan riset /eksplorasi terhadap pasar. Dalam memasarkan produk, kita juga perlu memperhatikan trend. Kalau trend-nya sudah lewat, kan repot juga. Di samping itu, kita juga perlu melakukan analisa bisnis, target pasanya siapa dan bagaimana nanti manajemen resikonya. Kita juga perlu memikirkan bagaimana agar produk baru kita ini bisa masuk dan diterima oleh pasar. Perlu juga diingat, dalam dunia seperti ini, kita perlu jejaring kerja dan jejaring pertemanan. Dua hal ini akan sangat berpengaruh nantinya bagi kita dalam pemasaran produk,” jelasnya.

Merujuk pada The World of Raw Materials 2050, Nuning S. Barwa menjelaskan, sumber bahan baku dalam membuat sebuah produk dapat berasal dari bahan kimia, naturally derived, purely natural, dan vegan. Ia juga menyatakan, ada tiga alat yang dapat dilakukan dalam pembuatan produk, yakni bioteknologi, ekstraksi dan high tech.

“Untuk sertifikasi produsen, kita bisa pakai ISO 9001, 14001, 22000 atau Ecovadis dan bisa juga organic farming.  Kalau kita mau jualan, tapi gak ada sertifikasinya, investor juga nggak mau beli. Untuk itu, saya memberikan pelatihan hari ini agar kita bisa saling berbagi ide. Bagaimana kita bisa create produk-produk atau ekstrak-ekstrak baru. Jadi peneliti itu harus risk taking. If you don’t want to be a rest taker, don’t be a researcher,” simpulnya.