Berpartisipasi dalam Program EQUITY UNAND 2024, FT UNAND Adakan Kuliah Umum Bersama Professor Ternama dari Jepang
Padang, 14 March 2024

Padang
(UNAND) – Fakultas Teknik (FT) Universitas Andalas (UNAND)
mengadakan kuliah umum pada Kamis, (14/3) di Convention Hall UNAND. Kegiatan
ini dilakukan dalam rangka pelaksanakaan program Visiting Professor EQUITY
UNAND 2024. Narasumber yang dihadirkan adalah Prof. Mitsuhiko Hata (Universitas
Kanazawa) dan Dr. Eng. Muhammad Amin (Universitas Kanazawa). Prof. Mitsuhiko
Hata memaparkan materi dengan topik “Seeing the Unseen: How We Measure
Invisible Aerosols”. Sementara itu, Dr.
Eng. Muhammad Amin menjelaskan materi dengan topik “Ultrafine Particles Studies
in Southeast Asia: Recent Issues, Challenges, and Options”.
Prof. Ikhwana selaku
Dekan FT UNAND mengatakan, program visiting
professor ini akan membuka banyak peluang kerja sama antara FT UNAND dan Universitas
Kanazawa untuk ke depannya. Lebih lanjut ia mengatakan, mahasiswa juga diminta
untuk turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kuliah umum kali ini.
“Saya yakin dan percaya
bahwa ilmu yang dibagikan oleh para pemateri kita akan memberikan banyak
manfaat bagi dosen dan mahasiswa kami. Kepada mahasiswa kami, mohon untuk dapat
mencatat hal-hal penting pada kuliah umum kali ini dan menanyakan segala hal
baik yang terkait dengan materi maupun tentang bagaimana cara berkuliah di
Jepang,” jelasnya.
Dr.
Henmaidi, Wakil Rektor IV UNAND menjelaskan, Prof. Mitsuhiko
Hata adalah dosen kedua yang datang ke UNAND untuk program visiting professor tahun 2024 ini. Ia mengatakan, tahun ini UNAND
akan mengundang 40 orang visiting
professor dalam program EQUITY.
“Sebelum Prof. Mitsuhiko Hata,
kita kedatangan Prof. Shila dari Universiti Putra Malaysia. Beliau berkegiatan
di Fakultas Teknologi Pertanian. Jumlah
visiting professor tahun ini kita targetkan lebih banyak dari pada tahun
sebelumnya. Mudah-mudahan seluruh fakultas dapat memanfaatkan kesempatan yang
baik ini. Kita berharap, dengan datangnya Prof. Mitsuhiko Hata ke UNAND, dapat
memperlebar sayap kita untuk melakukan kolaborasi dalam aspek pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,” ujarnya.
Prof. Mitsuhiko Hata
menjelaskan, aerosol adalah sistem suspensi partikel padat halus atau tetesan
cairan dalam gas. Menurutnya, manusia kadang dapat menemukan aerosol di
beberapat tempat, misalnya di daerah iklim yang dekat dengan permukaan tanah
(kabut), di atmosfer (asap, asap rokok, debu, partikel tersuspensi, partikel
yang dihasilkan sekunder), dari sumber statistik (debu, kabut, dan asap rokok),
dan bio-aerosol (serbuk sari, spora, dan bakteri).
Dinamika dasar partikel
aerosol, dijelaskan Prof. Mitsuhiko Hata adalah gravity settling, inertial
motion dan brownian motion.
Lanjutnya, di banyak kasus, aerosol itu tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Ia juga mengatakan, hal yang dapat dilakukan manusia untuk
membersihkan udara adalah dengan memanfaatkan sains, teknologi dan engineering.
“Kemudian, jika kita
dapat menemukan aerosol di udara, apakah kita dapat mengatakan bahwa udara itu
bersih? Belum tentu. Kemudian, muncul pertanyaan tentang apakah sistem suspensi
di dalam liquid adalah aerosol? Jawabannya tidak, itu adalah hidrosol. Lalu,
apakah partikel di udara adalah aerosol? Jawabannya tidak. Mereka adalah
partikel aerosol. Jadi, aerosol itu adalah kombinasi antara partikel aerosol
dan gas (udara),” jelasnya.
Dr. Eng. Muhammad Amin
menjelaskan, ultrafine particles
(UFPs) adalah salah satu emisi yang dihasilkan dari proses pembakaran biomassa
yang ukurannya kurang dari 0.1 μm or 100 nm. Menurutnya, ukurannya jauh lebih
kecil dibandingkan kelas partikel PM₁₀ dan PM2.5.
“Barangkali, ultrafine particles (UFPs) ini belum
terlalu penting bagi pemerintah Indonesia karena kita sudah ada PM 2.5. Akan tetapi,
hal ini belum cukup bagi kita sebagai seorang peneliti. Ultrafine particles menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut
karena memberikan efek yang besar terhadap kesehatan kita. Walaupun ukurannya
kecil, ia dapat melakukan penetrasi ke pernapasan kita bahkan ke darah dan juga
ke otak. UFPs ini juga sangat potensial
untuk membawa zat kimia karsinogen untuk pernapasan kita. Selain itu, ia juga
memberikan dampak yang berbahaya pada cuaca dan iklim kita misalnya dalam
bentuk kabut asap atau emisi dari kendaraan bermotor,” ujarnya.
Dr. Eng. Muhammad Amin
mengatakan, tantangan dari monitoring dan penelitian dari UFPs ini adalah
ukurannya yang sangat kecil dan teknologi untuk memonitoringnya yang sangat
mahal. Lanjutnya, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur cara UFPs
ini bekerja pada tubuh manusia, yakni secara makro dan mikro.
“Secara makro, kita dapat
memonitoringnya secara lokasi. Misalnya, kita memonitoringnya pada masyarakat
dalam satu kecamatan di Kota Padang. Sementara itu, jika pengukurannya secara
mikro, maka kata kuncinya yaitu tempat bekerja dan kebiasaaan. Misalnya kita
ingin membandingkan UFPs suami yang bekerja sebagai kuli bangunan dan istri
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tentunya, suami dapat emisi dari bekerja
sebagai kuli bangunan dan istri dapat emisi dari kegiatannya sebagai ibu rumah
tangga. Lalu, kita akan tracking.
Kenapa, kapan dan siapa yang paling tinggi,” ungkapnya.
“Ultrafine particles (UFPs) di Indonesia lima kali lebih tinggi jumlahnya
dibandingkan dengan Jepang, Korea dan Amerika Serikat. Ini adalah tugas kita
bersama untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi UFPs ini di
negara kita,” paparnya.